MAKALAH
FISIKA
LINGKUNGAN
Oleh:
1.
|
RIRIN TRIATMA
|
ACB 111 0014
|
2.
|
PRISKA LIRIYA
|
ACB 111 0006
|
3.
|
KIKI MIRONA
|
ACB 111 0071
|
4.
|
OCEANDO L.E.N
|
ACB 111 0010
|
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN
MIPA
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2015
BAB
I
KAJIAN PERMASALAHAN
1.1. Latar Belakang
Penglihatan
adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan
termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Penglihatan juga merupakan jalur
informasi utama, oleh karena itu keterlambatan melakukan koreksi terutama pada
anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi
pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan. Meskipun
fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kesehatan
mata kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak
diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan atau kelainan refraksi
(Depkes RI, 2009).
Kelainan
refraksi biasa disebabkan oleh adanya faktor kebiasaan membaca terlalu dekat
sehingga menyebabkan kelelahan pada mata
(astenopia) dan radiasi atau intensitas cahaya yang berlebihan yang
diterima mata, di antaranya adalah radiasi cahaya computer, televise bahkan
radiasi yang di akibatkan terlalu membaca tulisan dipapan tulis terlalu dekat
dengan papan tulis. Pada gangguan yang disebabkan komputer, hal ini akan
menyebabkan terjadinya Computer Vision
Syndrome (CVS). Situasi tersebut
menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata akan bekerja semua
(Gondhowiharjo, 2009).
Kelainan
refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low vision di dunia dan dapat menyebabkan
kebutaan. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara International Agency for the Prevention of
Blindness (IAPB) dan WHO, menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153
juta penduduk dunia mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang
tidak terkoreksi. Dari 153 juta orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya
adalah anak-anak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia
Tenggara (WHO, 2004).
Saat ini masih
tampak kurangnya perhatian di beberapa daerah di Indonesia mengenai masalah
kelainan refraksi khususnya pada anak. Hal ini terbukti dengan adanya program
pemeriksaan kesehatan anak sekolah dasar yang lebih difokuskan pada kesehatan
gigi dan mulut, padahal lingkungan sekolah menjadi salah satu pemicu terjadinya
penurunan ketajaman penglihatan pada anak, seperti membaca tulisan di papan
tulis dengan jarak yang terlalu jauh tanpa didukung oleh
Pencahayaan
kelas yang memadai, anak membaca buku dengan jarak yang terlalu dekat, dan
sarana prasarana sekolah yang tidak ergonomis saat proses belajar mengajar
(Wati, 2008). Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia
sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya
potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena 30 % informasi diserap dengan
melihat dan mendengar (Direktorat PLB, 2004).
Anak usia
sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis
dan berkesinambungan (Widodo, 2003). Pada masa sekolah anak memasuki masa
belajar didalam dan diluar sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui
penguatan (reinforcement) verbal, keteladanan dan identitas. Anak-anak pada
masa ini harus menjalani tugas-tugas perkembangan salah satunya adalah belajar
keterampilan untuk bermain. Dalam perkembangan ini anak tetap memerlukan penambahan
pengetahuan melalui belajar (Gunarsa, 1991).
Berdasarkan Jurnal Kesehatan
Masyarakat (2011) belajar terlalu dekat dengan papan tulis menunjukkan meningkatnya
kejadian astenopia atau mata lelah, merupakan gangguang fungsi penglihatan dengan
penyebab dan gejala-gejala yang
sangat majemuk yang melibatkan faktor fisik, fisiologis, psikologis, bahkan
faktor sosial. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan angka kejadian
berkisar 40 – 92%. Karena itu, penting
diperhatikan posisi duduk, posisi mata saat belajar didalam kelas Ada berbagai
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
keluhan kelelahan mata pada anak
yang posisi duduknya terlalu dekat dengan papan tulis yaitu. Batasi waktu bagi
anak melihat ke papan tulis untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke
mata. Waktu maksimum yang ideal adalah 1-2 jam perhari. Sediakan kegiatan
alternatif yang menarik dan penuh pengalaman bagi anak. Orangtua sebaiknya
menyediakan waktu lebih banyak untuk terlibat dalam kegiatan atau aktivitas
anak. Jika kecenderung adiksi tetap bertahan, segera
konsultasi dengan professional
(Junita, 2012). Dan yang terpenting atur posisi duduk anak pada jarak yang
ideal untuk melihat papan tulis pada saat belajar
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka rumusan masalah makalah ini adalah “Hubungan posisi duduk anak pada saat
belajar dengan besarnya radiasi yang diterima mata”.
1.3. Tujuan
Mengetahui hubungan posisi duduk
anak pada saat belajar dengan besarnya radiasi yang diterima mata.
BAB II
ANALISIS PEMBAHASAN
Program
pemerintah dalam bidang pendidikan
terutama pendidikan dasar di
sekolah dasar sudah banyak dilakukan seperti, pengadaan sarana dan prasarana
sekolah, program pendidikan dasar 9 tahun, ada juga bantuan biaya operasional
sekolah, strategi pembelajaran terpadu dan lain-lain. Tetapi yang luput dari
perhatian adalah yang berkaitan
dengan penggunaan huruf dalam proses mengajar yang cenderung
menggunakan huruf yang ukurannya tidak beraturan pada sebuah papan tulis hitam sehingga
huruf-huruf yang dihasilkan tidak nyaman
dibaca, apalagi ketidaksesuaian
jarak baca siswa dengan huruf yang ditampilkan oleh guru di papan sehingga
susah dibaca, waktu membaca lebih lama, siswa lambat mengerti dan susah
mengikuti pelajaran. Siswa dapat mengalami kelelahan akibat membaca tulisan guru, berpikir dan
konsentrasi dalam waktu yang cukup lama.
Tata ruang yang
kurang nyaman, jarak baca
siswa dengan papan tulis terlalu dekat atau terlalu jauh, waktu belajar terlalu lama akan memperparah
kelelahan dan berakibat menurunnya konsentrasi belajar (Negara, 2009). Kelelahan dapat menyebabkan seseorang kurang
waspada dalam menghadapi sesuatu khususnya pada siswa yang mengikuti
proses belajar mengajar. Dalam keadaan lelah dan kurang nutrisi,
sinyal – sinyal yang berjalan
maju mundur di antara talamus dan korteks serebri tidak berfungsi secara
optimal yang menyebabkan kesiapsiagaan menurun. Kurangnya kewaspadaan pada
siswa menyebabkan 2 konsentrasi menurun
sehingga materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tidak dapat diserap dengan
baik. Games & Cybis (1988) dikutip
dari (Sutajaya, 2004) menyatakan
bahwa sarana pembelajaran menentukan kualitas proses pembelajaran yang akhirnya
akan meningkatkan prestasi siswa.
Mata berfungsi
untuk melihat, tidak dihadapkan pada beban tambahan, seperti penerangan objek
yang intensitasnya kurang sesuai dengan keperluannya. Adanya kesilauan karena
salah memasang objek atau sumber cahaya , kurang kontras antara objek dan latar
belakang, dan sebagainya. Faktor yang
berpengaruh pada kualitas pengelihatan
adalah sifat cahaya dan sifat lingkungan kerja. Menurut Corwin (2001) upaya
mata yang melelahkan menjadi penyebab kelelahan mental. Gejala meliputi sakit
kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Lebih dari itu bila mata pekerja mencoba mendekatkan dengan objek untuk
memperbesar ukuran benda, maka akomodasi dipaksa dan mungkin terjadi pandangan
rangkap atau kabur. Kejadian ini menimbulkan sakit kepala di sekitar daerah
atas mata. Susila (2001) juga menyatakan, apabila melihat obyek pada jarak
dekat, maka mata akan mengalami konvergensi. Konvergensi mata ini
berusaha menempatkan bayangan pada daerah retina yang sama di kedua bola
mata. Bila usaha ini gagal mempertahankan konvergensi, maka bayangan akan jatuh
pada dua tempat yang berbeda pada retina. Bila diteruskan ke otak, maka orang
akan melihat dua obyek. Pengelihatan itu menyebabkan rasa tidak nyaman. Proses
mengajar merupakan aktivitas yang menuntut alokasi waktu yang cukup lama bagi
siswa-siswa sekolah dasar dan menuntut kecermatan seorang guru untuk mengajar
di depan kelas terutama dalam menulis di papan tulis. Dalam 3 melakukan
aktivitas siswa dengan sikap duduk di bangku menghadap ke depan kelas dengan
sebuah papan tulis tempat guru menulis pelajaran yang sedang diajarkan (Aisyah,
2008 ; Putra, 2006) .
Seorang guru
dalam menulis di papan tulis lebih banyak mengandalkan kecakapan tangan dan
siswa dituntut untuk konsentrasi memperhatikan tulisan di papan tulis sehingga
dalam waktu lama bagi siswa bisa menimbulkan kelelahan mata jika tidak
diimbangi dengan penggunaan huruf yang sesuai ukuran dan jarak pandang siswa
yang selanjutnya disebut huruf ergonomis. Ada beberapa alternatif untuk
mengatasi hal tersebut misalnya dengan mengajar menggunakan OHP, LCD atau
dengan menuliskan huruf-huruf di papan tulis dengan ukuran huruf yang sesuai
dengan jarak pandang siswa. Tetapi di
sekolah dasar belum mampu menyiapkan alat seperti itu karena alasan
harga yang terlalu mahal sehingga masih
menggunakan papan tulis oleh karena itu.
Pada proses
mengajar guru diharapkan menggunakan huruf-huruf dengan ukuran yang sesuai
dengan jarak pandang siswa. Sekolah
Dasar ”X” di Denpasar adalah salah satu sekolah dasar negeri di
Denpasar yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan Dasar Kotamadya Denpasar. Di
Sekolah Dasar ”X” terdapat 6 ruang kelas
untuk kelas I sampai dengan kelas VI, semua ruang menggunakan sarana mengajar berupa papan tulis hitam yang
digantung di dinding depan kelas. Penggunaan huruf pada proses mengajar di Sekolah Dasar ”X” menunjukkan, guru yang
mengajar di depan kelas dan menulis materi pelajaran di papan tulis menggunakan
huruf dengan ukuran yang tidak beraturan dan tidak konstan sehingga tidak sesuai dengan rumus huruf yang
ergonomis (Negara, 2009). Hal ini dapat
mempengaruhi mata dan konsentrasi siswa. Jarak baca dari siswa yang tempat duduk paling belakang
dengan papan tulis adalah 6,5 meter. Ukuran huruf yang tertulis di papan tulis
dengan ukuran tertinggi 6 centi meter dan ukuran terkecil 2,5 centi meter
(Negara, 2009). Dari data tersebut, jika dihitung dengan
rumus maka tinggi huruf seharusnya 3,25 centimeter. Dengan demikian kondisi
tersebut tidak sesuai dengan konsep ergonomi yang berusaha meningkatkan
kesehatan fisik dan mental menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, aman dan
sehat demi tercapainya peningkatan produktivitas dan penurunan angka kecelakaan
kerja yang berhubungan dengan kerja dan kelelahan.
Akibat yang
ditimbulkan oleh ukuran huruf yang tidak sesuai dengan jarak baca adalah
rendahnya konsentrasi terbukti pada
studi pendahuluan yang dilakukan pada 14 Oktober 2009, guru mengajar
dengan menuliskan ukuran huruf yang tidak beraturan pada papan tulis kemudian
dilakukan pengisian Bourdon Wiersma Test terhadap 15 orang siswa
menunjukkan, bahwa rerata kecepatan
13,33 (golongan cukup), rerata ketelitian 4,26 ( golongan cukup), dan rerata
konstansi 8,33 (golongan ragu-ragu). Dalam penelitian sebelumnya, Darmadi
(2009) melakukan perbaikan pada posisi layar monitor liquid
crystal display dan ukuran huruf
yang dipakai pada mahasiswa Poltekkes
Denpasar, menunjukkan hasil penurunan kelelahan mata dan meningkatkan
konsentrasi secara signifikan pada obyek yang diteliti. Mengingat hal tersebut
sudah pernah dilakukan, maka hal serupa bisa juga dicobakan pada siswa Sekolah Dasar ”X” di Denpasar yang menggunakan sarana papan tulis pada
proses mengajar. Keadaan tersebut
dipandang perlu menerapkan kaidah-kaidah ergonomi dalam penggunaan huruf pada
proses mengajar di sekolah dasar untuk mengurangi kelelahan mata dan meningkatkan
konsentrasi pada siswa. Dengan demikian perlu
dilakukan penelitian mengenai huruf dan resikonya terhadap anak-anak
sekolah dasar.
2.1
Huruf
Ergonomis
Huruf ergonomis
adalah huruf yang ukurannya sesuai dengan jarak baca sehingga mudah dibaca, cepat dibaca, tidak salah baca dan tidak menimbulkan kelelahan mata bagi
pembaca. Agar sebuah tulisan dapat dibaca dengan nyaman serta memperhatikan
kemampuan mata orang yang akan membacanya maka, tulisan harus tersusun oleh
huruf-huruf yang sesuai dengan rumus. Besar kecilnya ukuran huruf tergantung
pada jarak pembaca yang kita inginkan. Untuk menghitung tinggi huruf, para ahli
mendapatkan sebuah rumus: Tinggi huruf sama dengan jarak baca (dalam ukuran
melimeter) dibagi 200. Jika jarak baca
yang kita inginkan dapat dibaca dari jarak 6 meter, maka tinggi huruf diperoleh 3 centimeter. Dengan mengetahui
tinggi huruf maka, ukuran dari huruf
yang lainnya dapat diketahui, lebar huruf: 2/3
tinggi huruf. Tebal huruf:
1/6 tinggi huruf, jarak antar
huruf: 1/5 tinggi huruf (Kroemer 2000; Grandjean, 2000). Huruf besar
pada awal yang diikuti oleh huruf kecil lebih mudah dibaca daripada huruf
besar semua. Adapun rekomendasi tinggi
huruf yang disarankan adalah seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
Rekomendasi
Tinggi Huruf
Jarak Dari Mata (mm)
|
Tinggi Huruf dan Angka (mm)
|
<50
501 – 900
901 – 1800
1801 – 3600
3601 – 6000
|
2,5
5,0
9,0
18,0
30,0
|
Sumber: Kroemer (2000);
Grandjean (2000)
Penggunaan huruf
pada proses mengajar di Sekolah Dasar
”X” di Denpasar menunjukkan, guru yang mengajar di depan kelas dan
menulis materi pelajaran di papan tulis menggunakan huruf dengan ukuran yang
tidak beraturan dan tidak konstan sehingga
tidak sesuai dengan rumus huruf yang ergonomis. Jarak baca
dari siswa yang duduk paling belakang adalah 6,5 meter. Ukuran huruf
yang tertulis di papan tulis
dengan ukuran tertinggi 6 centi meter dan ukuran terkecil 2,5 centi meter. Dari
data penggunaan huruf di Sekolah Dasar
”X”, sesuai dengan hasil observasi di lapangan yaitu, jarak baca terjauh siswa adalah 6,5 meter, jika dihitung dengan rumus maka diperoleh
tinggi huruf 3,25 centimeter.
2.2
Proses
Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar tidak lepas dari kondisi yang diciptakan oleh
guru kepada peserta didiknya. Perpaduan antara dua subjek antara guru dan
peserta didiknya yang melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan
dan mediumnya. Aktivitas belajar mengajar berkaitan dengan peranan guru dengan konteks
mengupayakan terciptanya jalinan yang harmonis antara yang mengajar itu sendiri
dan yang belajar. Suatu pembelajaran dapat disebut berjalan dengan baik apabila
proses itu mampu mengubah diri anak didik dalam arti luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran
anak didik sehingga pengalaman itu dapat dirasakan untuk perkembangan
pribadinya (Aisyah, 2008).
Menurut Sudjana
(2004) proses yang dipakai individu untuk memperoleh pengetahuan atau wawasan,
atau mengembangkan sikap-sikap ataupun
keterampilan-keterampilan dan merupakan segala perbuatan yang etis, kreatif,
sistematis dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah, diarahkan
pada pencapaian tujuan pendidikan. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.
Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian perbuatan pendidik atau
guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik
antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar-mengajar. Ada juga yang menyebutkan, proses ini merupakan interaksi
antara peserta didik dengan sumber informasi pembelajaran. Interaksi yang
terjadi antara seseorang dengan lingkungannya dapat juga disebut proses belajar
mengajar. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan proses tersebut selain
kemampuan pengajar adalah media pembelajaran. Media itu adalah salah satu
komponen yang harus ada dalam proses itu (Putra, 2006) . Menurut Sutajaya (2008) penempatan papan
tulis dan layar OHP/ LCD meliputi batas orientasi mata: tidak lebih dari 5
derajat di atas`bidang horizontal dan
10 30 derajat di bawah bidang horizontal. Penempatan papan tulis/ layar
mengacu tinggi mata pebelajar yang duduk
paling belakang. Syarat lain: tidak
mengkilat, warna terang, lebarnya sesuai orientasi mata. jarak mengacu rumus: a
= k x d, (dimana a = fluks intensitas; k = konstanta: 0,33; d = jarak antara
papan tulis dengan deret tempat duduk paling belakang, Standar Tempat duduk
dari papan tulis (dari objek) secara umum untuk posisi di depan suatu obyek
adalah 3 m dengan anggap fluk intensitas standar 1 m (Harry, 2007:10) . Jadi
media pembelajaran pada proses belajar mengajar
amat penting sebagai sarana atau media interaksi antara pengajar dan
siswa sehingga materi yang diajarkan dapat dikomunikasikan kepada siswa. Untuk
mengkomunikasikan materi itu, salah satunya adalah dengan menuliskan materi di
papan tulis berupa teks yang tersusun dari huruf.
2.3
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pengelihatan
Faktor yang
dapat mempengaruhi pengelihatan adalah sebagai berikut (Corwin, 2001) :
1. Usia, bertambahnya usia maka
lensa mata berangsur-angsur kehilangan
elastisitasnya dan melihat pada jarak dekat akan semakin sulit. Hal ini
akan menyebabkan ketidaknyamanan
pengelihatan ketika mengerjakan sesuatu
pada jarak dekat, demikian pula pengelihatan jauh.
2. Penerangan, pengaruh
intensitas penerangan dengan pengelihatan sangat penting karena mata dapat melihat objek
melalui cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek tersebut. Luminansi adalah
banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya
yang tersedia juga mempengaruhi kemampuan mata melihat objek. Pada usia tua diperlukan intensitas
penerangan yang lebih besar untuk melihat objek. Tingkat luminasi juga
mempengaruhi kemampuan membaca teks.
Semakin besar luminansi sebuah objek maka semakin besar juga rincian
objek yang dapat dilihat oleh mata. Bertambahnya luminansi sebuah objek akan
menyebabkan mata bertambah sensitif
terhadap kedipan (flicker) penerangan yang baik untuk membaca dan menulis adalah 500-700 lux.
Faktor penerangan berpengaruh pada kualitas penerangan yang ditentukan oleh
kualitas dan kuantitas penerangan, Sifat penerangan ditentukan juga oleh rasio
kecerahan yaitu antara objek dan latar belakang. Penerangan bisa bersumber dari
penerangan langsung misalnya dari penerangan buatan, misalnya dari bola lampu, penerangan
yang bersumber dari pantulan dari tembok, langit-langit ruangan, lantai ruangan
dan bagian permukaan meja kerja. (Kroemer dan Grandjean, 2000).
3. Silau
(glare), adalah
proses adaptasi berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina mata terpapar sinar yang berlebihan (Grandjean,
2000).
4. Ukuran
pupil, Supaya jumlah sinar
yang diterima retina sesuai maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang
pupil juga dipengaruhi olehmemfokusnya lensa mata, mengecil ketika mata
memfokus pada objek yang dekat.
5. Sudut
dan ketajaman pengelihatan sudut
pengelihatan (visual angle) sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada
mata.
2.3.1
Fisiologi
Membaca
Ada perbedaan antara membaca sebagai
penyerapan informasi dan penelitian sebagai pengalokasian informasi. Pada kedua
aktivitas ini, mata bergerak garis dalam loncatan cepat dan bukan gerak lancar,
ini disebut saccades. Mata bergerak begitu cepat sehingga tak satupun informasi
yang berguna bisa serap dalam proses itu. Dalam loncatan itu mata tetap
mengatur permukaan kecil tertentu yang diproyeksikan. Hanya dalam parafovea
pandangan yang terperinci cukup akurat bagi pengenalan cetakan normal. Ada tiga
bentuk saccade yaitu: Saccade membaca bagian kanan, saccade koreksi dan saccade
baris kiri. Saccade bagian membaca
kanan sepanjang satu baris yang ada di tiap loncatan suatu area kira-kira 8 ±4
huruf. Kadang-kadang saccade bagian kiri kecil dapat terjadi. Saccade garis
tepatnya sebelum akhir baris dicapai dan meloncat ke awal garis selanjutnya.
2.3.2
Pengenalan
Huruf
Mata beristirahat sejenak antara saccade
berlangsung sebanyak 120 dan 30 ms (Gandjean
2000). Selama masa jeda ini huruf dikenal dalam pandangan fovea dan parafovea. Untuk pengenalan yang cepat dan
baik diperlukan kira-kira 3 huruf yang
18 dapat diterima dan diidentifikasi dengan jelas. Dapat diterima dengan
jelas merupakan tingkat dimana huruf tersebut sama dengan model yang ada pada
pikiran pembaca. Dapat diidentifikasi artinya memerlukan uraian huruf yang
jelas dan harus dirancang dengan jelas.
2.3.3
Visual
Strain
Ketegangan mata yang berlebihan dapat
menimbulkan efek yaitu kelelahan mata dan
kelelahan umum. Kelelahan visual terdiri dari semua gejala yang muncul
setelah stres yang berlebihan. Setiap fungsi mata diantara yang paling penting
adalah ketegangan otot siliar. Akomodasi yang melihat sangat dekat dengan objek yang sangat kecil dan efek kontras
lokal yang kuat pada retina. Menurut Pearce (2007), kelelahan visual
terbentuk karena :
1. Iritasi
yang sakit (membakar) diiringi dengan lakrimasi.
2. Pandangan
ganda.
3. Sakit
kepala
4. Daya
akomodasi dan konvergensi berkurang
5. Ketajaman
visual, sensitivitas terhadap kontras dan kecepatan persepsi berkurang.
Gejala yang menyakitkan secara komparatif ini terjadi khususnya
karena hal – hal yang berat seperti:
membaca teks yang tidak tercetak dengan baik, cahaya yang tidak cukup,
pencahayaan dengan lampu berkedip-kedip
atau penyimpangan optik seperti hypermetropi. Orang tua tentunya rentan
terhadap kelelahan visual.
Apabila kondisi seperti di atas
dibiarkan berlarut maka akan timbul efek:
a.
Berakibat kelelahan
visual yaitu keadaan mata yang ditandai dengan adanya
perubahan psikofisiologi berupa kelambatan aktifitas motoris, respirasi,
perasaan sakit dan berat pada bola mata.
b.
Terjadi banyak
kesalahan kerja
c.
Kualitas kerja menjadi
berkurang
d.
Menyebabkan terjadinya
penurunan produktivitas
e.
Meningkatnya kecelakaan
kerja.
2.3.4
Kelelahan
Mata
Kelelahan mata adalah suatu keadaan mata
yang ditandai dengan adanya perubahan psikofisiologi berupa kelambatan
aktifitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan berat pada bola mata, sehingga
mempengaruhi kerja fisik maupun kerja mental (Grandjean 2000). Gejala yang
menyakitkan secara komparatif ini
terjadi khususnya karena hal-hal yang berat seperti: membaca teks yang tidak
tercetak dengan baik, cahaya yang tidak cukup, pencahayaan dengan lampu berkedip-kedip atau penyimpangan
optik seperti hypermetropi.
Apabila kondisi seperti di atas
dibiarkan berlarut maka akan menimbulkan efek:
kelelahan visual, banyak salah,
mengurangi kualitas, kehilangan produktivitas, kecelakaan. Berpikir dan belajar, terutama pada siswa
dengan asupan nutrisi yang kurang dan disertai perubahan psikofisiologi dapat
menimbulkan kelelahan visual ,faktor lain seperti tata ruang kelas yang kurang
baik, pencahayaan kurang memadai, tinggi kursi yang kurang sesuai dengan
antropometri, jarak pandang siswa yang terlalu jauh atau dekat dengan siswa,
tulisan yang kurang jelas dan waktu belajar yang terlalu lama.
kelelahan dapat diukur
dengan beberapa indikator yaitu, (Kroemer dan Grandjean, 2000).
1) Pengukuran
kualitas Dan kuantitas
penampilan kerja
2) Pengukuran
kelelahan subjektif
3) Alat
Electroenchephalography (EEGraph)
4) Pengukuran
subjektif frekuensi flicker-fusion mata
5) Tes
psikomotorik
6) tes
kelelahan mental
Kelelahan yang dialami siswa dapat
berupa kelelahan fisik dan mental. Kelelahan fisik seperti kelelahan mata
diukur dengan kuisioner kelelahan mata skala likert. Kuisioner ini memiliki
gradasi jawaban dari sangat positif sampai negatif. Dalam penelitian ini
memakai kuisoner kelelahan mata 5 skala
likert dengan pertanyaan
berjumlah 8 item (kuisioner bersumber dari Ardana, 2005)
2.3.5
Konsentrasi
Belajar
Konsentrasi belajar siswa
adalah seorang siswa mengenali pikirannya dan sejalan dengan tugas-tugas yang diberikan
oleh guru-gurunya dan kemampuan
mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya. Anak
tidak mudah mengalihkan perhatian pada masalah lain di luar yang dipelajarinya.
Semakin banyak informasi yang harus diserap oleh siswa maka kemampuan
berkonsentrasi mutlak dimiliki dalam mengikuti proses belajar. Belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku, suatu hasil dari pengalaman motivasi
dan penyesuaian daripada situasi dan lingkungan. Tingkah laku dapat bersifat
jasmaniah dan intelek yang tidak mudah
21 dilihat. Proses belajar dapat bersifat formal dan informal. Supaya anak-anak
berhasil di sekolah, maka mereka harus mengenali pikirannya agar sejalan dengan
tugas-tugas yang diberikan oleh guru-gurunya, juga harus bisa segera
mengalihkan perhatiannya dari pelajaran pertama ke pelajaran berikutnya.
Keadaan pengelihatan dan lapar dapat menyebabkan otak kekurangan glukose dan
oksigen sehingga terjadi gangguan kualitas kesadaran yang meliputi: gangguan
daya berorientasi, gangguan daya intelek seperti: pengetahuan, pengertian,
berhitung, dan menulis. Keadaan seperti
itu mengganggu konsentrasi belajar (Susanto, 2006) Kelelahan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi konsentrasi belajar para
siswa, keadaan lelah akan berakibat kurang waspada dan kurang siap siaga dalam
mengerjakan pekerjaannya dan khususnya pada siswa akan menyebabkan makin kurang
terserapnya materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Seorang guru harus
tanggap terhadap keadaan anak didiknya, sehingga tidak terjadi gejala-gejala
melelahkan yang disebabkan oleh proses pembelajaran (Aisyah, 2008). Salah satu alat untuk mengukur konsentrasi
belajar adalah Bourdon Wiersma Test, meliputi kecepatan, ketelitian dan
konstansi. Hasil pengukuran dikategorikan
golongan konsentrasi dengan menggunakan nilai norma standar Wieghted Scores (WS). Tingkat kecepatan adalah kualitas atensi yang
dimanifestasikan oleh angka kumulatif satuan detik dalam menyelesaikan materi
tes. Kemampuan persepsi adalah menggambarkan ketelitian mencoret kelompok titik
yang ditentukan. Tingkat kewaspadaan yang direkam berdasakan angka terpendek
dan terpanjang penyelesaian tes, digunakan sebagai penentuan konstansi
penyelesaian pekerjaan. Perubahan gerakan juga dapat dipakai sebagai acuan
melihat keadaan konsentrasi. Perubahan
22 gerakan dicatat selama berlangsungnya penelitian , gerakan yang berubah meliputi gerakan
kepala, bahu, badan, tangan, pantat, kaki dan lainnya khususnya pergeseran
bangku, setiap subjek memiliki jumlah gerakan yang bervariasi. Makin banyak
perubahan gerakan, maka diasumsikan konsentrasi semakin menurun dan sebaliknya
(Cognitif Research Scandinavia, 2004).
2.3.6
Organisasi
Kerja
Organisasi kerja adalah yang menyangkut
waktu kerja, waktu istirahat, sistem kerja harian/borongan, musik dan insentif
dapat brpengaruh terhadap produktivitas secara langsung maupun tidak langsung.
Jam kerja berlebihan, jam kerja lembur dengan kemampuan berlebihan akan dapat
mengakibatkan kelelahan, mengurangi
kecepatan, ketepatan dan ketelitian kerja. Oleh karena setiap fungsi tubuh
memerlukan keseimbangan yang ritmis antara asupan energi dan penggantian energi
(kerja istirahat) maka diperlukan istirahat pendek dan kudapan (15 menit
setelah 2 jam kerja) untuk mempertahankan performan dan efisiensi kerja (Wignjosoebroto, 2000). Pada siswa sekolah
dasar jam belajarnya mulai 07.30 – 12.30 Wita, mendapat 2 kali waktu istirahat
yaitu, istirahat pertama 09.15 – 09.30 Wita dan istirahat kedua 11.00 – 11.15 Wita. Demikian setiap hari sehingga
mata siswa dipaksa konsentrasi ketika guru menyajikan pelajaran di papan
tulis.
2.3.7
Lingkungan
Kerja
Kemampuan manusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor intern (dalam diri sendiri) dan ekstern (luar).
Salah satu faktor dari luar adalah faktor
23 lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di tempat kerja
seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan,
kebisisngan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Wignjosoebroto,
2000). Lingkungan kerja adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kelelahan,
keluhan subyektif dan produktivitas.
Lingkungan yang nyaman dibutuhkan oleh para pekerja untuk dapat bekerja
secara optimal dan produktif.
Penerangan adalah merupakan faktor
penting dalam sebuah ruangan terutama pada pekerjaan membaca atau menulis.
Sesuai dengan rekomendasi intensitas penerangan untuk membaca dan menulis
adalah 350-700 lux (Wignjosoebroto, 2000).
Faktor lainnya adalah kelembaban yaitu banyaknya air dalam udara,
kelembaban ini berhubungan dan dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu
keadaan di mana kelembaban udara tinggi dan udara panas akan menimbulkan
pengurangan panas tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya
denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan
oksigen. Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi akan menggantikan udara
kotor dengan udara bersih, dapat juga dengan menaruh tanaman-tanaman seperti
tanaman landscape office dapat membantu
memberikan oksigen yang cukup. Kalau sirkulasi udara tidak lancar apalagi kadar
oksigen terus berkurang, bercampur gas dan bau-bauan serta berlangsung lama
maka dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan menimbulkan kelelahan. Kebisingan
adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita karena bunyi itu
terlalu lama dapat mengganggu ketenangan kerja dan menimbulkan kesalahan
komunikasi. Bau-bauan juga dapat
mengganggu konsentrasi kerja. Temperatur dan kelembaban udara adalah dua hal
yang mengganggu indra penciuman. Oleh karena itu air conditioner adalah salah
satu cara untuk menghilangkan bau-bauan. Getaran mekanis dapat diartikan
sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat – alat mekanis yang
sebagian dari getaran-getaran itu sampai pada tubuh dan dapat menimbulkan
akibat yang tidak diinginkan seperti: mempengaruhi konsentrasi kerja,
mempercepat kelelahan dan gangguan anggota tubuh seperti saraf, otot-otot.
Warna adalah yang bisa mempengaruhi mata untuk melihat obyek dan memberi pengaruh lain terhadap manusia.
Warna ruangan harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan, misalnya ruangan terasa
sempit maka untuk mengatasi dipilih warna yang bisa memberikan kesan luas. Hal
ini secara psikologis akan menguntungkan, karena kesan sempit cenderung
menimbulkan ketegangan/ stress (Wignjosoebroto, 2000).
2.4.
Pengukuran
Tingkat Intensitas Cahaya
Berdasarkan
hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk pada ruang
kuliah M1( 4 Maret 2015 pukul 11.20 WIB) dengan menggunakan Lux Meter didapatkan
data sebagai berikut:
No.
|
Jarak (d)
|
Flux
Intensitas
|
1
|
1,17 m
|
21
m
|
2
|
1,69 m
|
18,2
m
|
3
|
2 m
|
20,4
m
|
4
|
2,4 m
|
13,2
m
|
5
|
2,8 m
|
8,8
m
|
6
|
3,12 m
|
8,2
m
|
BAB III
SOLUSI
Pancaran cahaya perlu mendapat perhatian
pada perencanaan penerangan disamping warna yang dihasilkan sumber cahaya.
Pancaran cahaya yang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar dapat menimbulkan
efek yang dapat merugikan seperti bayangan, stroboskopis,silau. Untuk
meminimalisir efek tersebut maka hal- hal yang perlu mendapat perhatian
perancang penerangan di dalam ruangan antara lain:
a. Ekonomi,
Jika yang menjadi pertimbangan ekonomi adalah daya (W) maka efikesi (lm/W)
lampu yang akan digunakan harus menjadi pertimbangan.
b. Umur
lampu ( lifetime) dapat dijadikan pertimbangan penggantian lampu hanya bila ada
lampu yang mati dan seberapa ekonomis penggantian secara kelompok.
c. Perlu
memperhitungkan arus cahaya minimum yang akan terjadi selama pemakaian.
d. Warna
cahaya lampu,seperti perpaduan warna cahaya beberapa lampu dapat diatur.
e. Alat
bantu yang diperlukan, misalnya: armatur, pengontrol.
f. Warna
dinding dalam ruangan, karena pantulan warna dinding juga berpengaruh terhadap
kenyamanan.
Untuk mendapatkan kualitas penerangan
pada suatu yang memadai maka baik sumber penerangan maupun faktor lingkungan
harus diperhitungkan. Karena pencahayaan yang baik akan membuat semua menjadi
lebih baik dan nyaman..